Secara esensi penghinaan, pencemaran nama baik merupakan perbuatan menyerang kehormatan atau nama baik seseorang, sehingga nama baik orang tersebut tercemar atau rusak.
R. Soesilo menerangkan apa yang dimaksud dengan “menghina”, yaitu “menyerang kehormatan dan nama baik seseorang” dimana yang diserang biasanya merasa “malu”. “Kehormatan” yang diserang disini hanya mengenai kehormatan tentang “nama baik”, bukan “kehormatan” dalam lapangan seksual.
Menurut R. Soesilo, penghinaan dalam KUHP ada 6 macam yaitu :
1. menista secara lisan (smaad);
2. menista dengan surat/tertulis (smaadschrift);
3. memfitnah (laster);
4. penghinaan ringan (eenvoudige belediging);
5. mengadu secara memfitnah (lasterlijke aanklacht);
6. tuduhan secara memfitnah (lasterlijke verdachtmaking)
Semua penghinaan di atas hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan dari orang yang menderita/dinista/dihina (dalam hukum pidana dikenal dengan istilah delik aduan), kecuali bila penghinaan itu dilakukan terhadap seorang pegawai negeri pada waktu sedang menjalankan pekerjaannya secara sah dimana untuk hal ini pada dasarnya tidak diperlukan atau dibutuhak aduan dari korbannya. Obyek dari penghinaan tersebut harus manusia perseorangan, maksudnya bukan instansi pemerintah, pengurus suatu perkumpulan, segolongan penduduk dan lain-lain. Bila obyeknya bukan perseorangan, maka dikenakan pasal-pasal khusus seperti :
1. Penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden (Pasal 134 dan 137 KUHP), pasal-pasal ini telah dibatalkan atau dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Mahkamah Konstitusi.
2. Penghinaan terhadap kepala negara asing (Pasal 142 dan 143 KUHP).
3. Penghinaan terhadap segolongan penduduk, kelompok atau organisasi (Pasal 156 dan 157 KUHP).
4. Penghinaan terhadap pegawai agama (Pasal 177 KUHP).
5. Penghinaan terhadap kekuasaan yang ada di Indonesia (Pasal 207 dan 208 KUHP).
Dalam UU ITE, ketentuan penghinaan dan pencemaran nama baik diatur dalam Pasal 27 ayat (3).
Bunyi Pasal 27 ayat (3) UU ITE adalah sebagai berikut:
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”.
Secara historis ketentuan Pasal 27 ayat (3) UU ITE mengacu pada ketentuan penghinaan atau pencemaran nama baik yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), khususnya Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP. Dalam KUHP diatur dengan tegas bahwa penghinaan merupakan delik aduan. Tidak adanya ketentuan yang tegas bahwa Pasal 27 ayat (3) UU ITE merupakan delik aduan kerap dipermasalahkan dalam menerapkan ketentuan ini. Akan tetapi, dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-VI/2008 mengenai konstitusionalitas Pasal 27 ayat (3) UU ITE telah ada penegasan bahwa Pasal 27 ayat (3) UU ITE merupakan delik aduan. Dalam KUHP pencemaran nama baik diistilahkan sebagai penghinaan/penistaan terhadap seseorang yang terdapat dalam Bab XVI, Buku I KUHP khususnya pada Pasal 310, Pasal 311, Pasal 315, Pasal 317 dan Pasal 318 KUHP, yang menyebutkan:
· Pasal 310
(1) Barangsiapa sengaja merusak kehormatan atau nama baik seseorang dengan jalan menuduh dia melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud yang nyata akan tersiarnya tuduhan itu, dihukum karena menista, dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500,-.
(2) Kalau hal ini dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukan pada umum atau ditempelkan, maka yang berbuat itu dihukum karena menista dengan tulisan dengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500,-.
(3) Tidak termasuk menista atau menista dengan tulisan, jika ternyata bahwa sipembuat melakukan hal itu untuk kepentingan umum atau lantaran terpaksa perlu untuk mempertahankan dirinya sendiri.
· Pasal 311 ayat (1)
Barangsiapa melakukan kejahatan menista atau menista dengan tulisan, dalam hal ia diizinkan untuk membuktikan dan jika tuduhan itu dilakukannya sedang diketahuinya tidak benar, dihukum karena salah memfitnah dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun.
· Pasal 315
Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat menista atau menista dengan tulisan, yang dilakukan kepada seseorang baik ditempat umum dengan lisan, atau dengan tulisan, maupun dihadapan orang itu sendiri dengan lisan atau dengan perbuatan, begitupun dengan tulisan yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, dihukum karena penghinaan ringan, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat bulan dua minggu atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500,-.
· Pasal 317 ayat (1)
Barangsiapa dengan sengaja memasukkan atau menyuruh menuliskan surat pengaduan atas pemberitahuan yang palsu kepada pembesar negeri tentang seseorang sehingga kehormatan atau nama baik orang itu jadi tersinggung, maka dihukum karena mengadu dengan memfitnah, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun.
· Pasal 318 ayat (1)
Barangsiapa dengan sengaja dengan melakukan sesuatu perbuatan, menyebabkan orang lain dengan palsu tersangka melakukan sesuatu perbuatan yang dapat dihukum, maka dihukum karena tuduhan memfitnah, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun.
Selain sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), berkaitan dengan “pencemaran nama baik” juga diatur dalam UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dalam UU No. 32 Tahun 2002, Pasal 36 ayat (5) menyebutkan bahwa :
Isi siaran dilarang :
a. bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau bohong;
b. menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang atau
c. mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan.
0 komentar:
Posting Komentar